Senin, 17 Agustus 2009
PANCASILA DASAR NEGARA
Dasar negara merupakan suatu gagasan atau pandangan berisi nilai-nilai dasar yang mendasari alam pemikiran atas keberadaan suatu negara. Atas dasar pandangan itulah tujuan negara ditetapkan, bentuk organisasi negara dan bentuk pemerintahannya disusun, tata hubungan antara negara dan rakyat serta tata hubungan antar para penyelenggara negara dirumuskan, tata hukum yang diberlakukan di dalam kehidupan bernegara ditetapkan, dan tata nilai apa saja yang dianut dalam kehidupan bersama dalam bernegara. Karena isinya adalah nilai-nilai dasar, maka dasar negara itu bersifat filsafati dan disebut sebagai dasar fal-safah negara. Dengan demikian, suatu dasar negara merupakan nilai-nilai dasar yang dijadi-kan pedoman utama dalam hidup bersama dalam bernegara.
Dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Pancasila, yang ditetapkan bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Dasar NKRI (yang lebih dikenal dengan seutannya sebagai UUD 1945) pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian, mengingat bahwa kemudian UUD 1945 pernah tidak diberlakukan keberlakuannya di seluruh wilayah negara Indonesia, maka secara resmi dasar negara Pancasila dinyatakan kembali berlaku sampai sekarang sebagai dasar negara NKRI melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang diperkuat oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 berhubungan dengan Ketetapan MPR No. V/MPR/1973, jo. No. I/MPR/1978, No. 1/MPR/1983, No. I/MPR/1978, dan No. I/MPR/1993. Untuk dapat memahami makna nilai-nilai yang terkandung dalam dasar negara Pancasila, kita perlu memahami sejarah pembentukan atau sejarah perumusannya.
SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA
Perumusan Usulan Pancasila sebagai Dasar Negara
Setelah berhasil menghancurkan kekuatan perang Amerika Serikat di Honolulu, Hawaii, pada akhir tahun 1941, balatentara Jepang berhasil meraih kemenangan-kemenangan di ber-bagai medan tempur dalam Perang Pasifik. Ia berhasil mematahkan kekuatan Sekutu di ham-pir seluruh kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Selatan, dan sudah mengancam Australia. Namun, setelah kekalahannya dalam pertempuran laut di sekitar Midway pada Juni 1942, bala tentara Jepang mengalami kekalahan di hampir semua medan tempur. Oleh karena itu, kemudian tentara pendudukan Jepang di Indonesia kemudian merangkul para pemimpin In-donesia agar mau bekerjasama dengan mereka demi kepentingan perangnya melawan Sekutu. Itu semua dilakukan dengan dibarengi janji-janji kebebasan politik bagi bangsa Indonesia. Baru pada 7 September 1944 Pemerintah Bala Tentara Jepang mengeluarkan janji ”kemer-dekaan Indonesia di kemudian hari”. Pada tanggal itu, di dalam sidang istimewa Parlemen Jepang di Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengumumkan akan janji itu.
Menghadapi siatuasi Perang Pasifik yang semakin kritis, Pemerintah Balatentara Jepang di Jawa pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan suatu Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai) atau dikenal juga dalam singkatannya sebagai BPUPKI. Ini merupakan tindakan kongkret pertama dalam pe-menuhan janji kemerdekaan bagi Indonesia. Tugas utama badan itu adalah untuk melakukan penyelidikan tentang apa hal-hal penting yang diperlukan bagi usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Badan itu terdiri dari satu badan perundingan (musyawarah) dan satu kantor tata-usaha. Susunan keanggotaan badan perundingan terdiri dari seorang Ketua, dua orang Ketua Muda, dan 60 orang anggota . Di luar itu, terdapat tujuh orang Jepang sebagai anggota istimewa, yang selalu hadir setiap ada pertemuan, meski tidak punya hak suara. Salah seorang Ketua Mudanya adalah seorang Jepang juga, dan selebihnya adalah tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mewakili semua bangsa-bangsa yang menghuni Nusantara, termasuk empat orang keturunan Cina, seorang keturunan Arab, dan seorang peranakan Belanda. Sebagai Ketua di-tunjuk dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat. Badan ini dibentuk pada 29 April 1945, namun baru dilantik pada 28 Mei 1945, dan baru mulai bekerja pada 29 Mei 1945.
Selama masa aktifnya BPUPKI mengalami dua kali masa sidang, yaitu:
a. Masa Sidang I : Tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945
b. Masa Sidang II : Tanggal 10 Juli sampai dengan 16 Juli 1945
Dalam Masa Sidang pertama, tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan pertama untuk mengemukakan lima asas dasar yang diperlukan bagi Indonesia merdeka. Kelima asas dasar itu ialah:
1. Peri Kebangsaan;
2. Peri Kemanusiaan;
3. Peri Ketuhanan;;
4. Peri Kerakyatan; dan
5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah berpidato, ia menyampaikan naskah tertulis berupa usulan Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Pembukaan Rancangan UUD itu tercan-tum rumusan lima asas dasar negara, yang berbunyi sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan per-wakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sesudah itu, pada 31 Mei 1945, Prof. Soepomo dalam pidatonya mengenai negara Indo-nesia merdeka antara lain menyatakan:
1. Dasar persatuan dan kekeluargaan sesuai dengan corak masyarakat Indonesia;
2. Para warga negara hendaknya takluk kepada Tuhan;
3. Mengenai kerakyatan dikatakan agar pimpinan negara, terutama kepala negara, terus menerus bersatu jiwa dengan rakyat; dalam susunan pemerintahan negara harus dibentuk sistem badan permusyawaratan;
4. Dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan;
5. Mengenai hubungan antar bangsa, dianjurkan agar negara Indonesia bersifat negara Asia Timur Raya, anggota kekeluargaan Asia Timur Raya yang dipimpin Jepang.
Sedangkan, Ir. Soekarno sebagai pembicara terakhir, pada 1 Juni 1945 menyatakan lima dasar atau prinsip negara yang diperlukan bagi Indonesia Merdeka ialah:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri-kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Di samping itu, Soekarno juga mengusulkan agar kelima dasar negara itu dinamakan Pancasila. Oleh karena itu, oleh sementara pihak tanggal 1 Juni 1945 dianggap sebagai hari lahirnya Pancasila. Namun hal itu ditolak oleh pihak yang lain, yang menanggap itu sebagai hari lahirnya ’istilah Pancasila’. Hal ini sejalan dengan penolakan Soekarno atas penyebutan dirinya sebagai penemu Pancasila. Ia mengaku bahwa dirinya hanyalah seorang penggali Pancasila, karena Pancasila ia gali dari budaya bangsa-bangsa penghuni Nusantara yang su-dah ada dan hidup berabad-abad lamanya.
Patut untuk disimak di sini, bahwa ketiga pembicara di atas menempatkan persatuan ke-bangsaan Indonesia pada tempat pertama. Hal itu dapat dipahami, karena kepentingan per-tama dan terpenting waktu itu, dan mungkin juga masa sekarang dan masa-masa yang akan datang, adalah persatuan bangsa dan daerah-daerah Indonesia. Persatuan menjadi kepentin-gan utama bangsa Indonesia, karena identitas bangsa Indonesia yang majemuk dalam et-nisitasnya (multietnik) dan dengan demikian majemuk dalam kebudayaannya (multikultur). Persatuan menjadi hal utama yang harus diperhatikan dan harus terus menerus dipelihara. Bila tidak, perpecahan akan terjadi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa apa yang disampaikan oleh ketiga pembi-cara tersebut barulah berupa usulan dasar negara kepada BPUPKI. Oleh BPUPKI usulan dari ketiga pembicara itu kemudian diperbincangkan lagi dan dirumuskan untuk disampaikan se-bagai usulan kepada Pemerintahan Jepang.
Perumusan dasar negara, meski sudah memperoleh masukan dari ketiga pembicara dalam masa sidangnya yang pertama, tidaklah mudah dan masih mengalami hambatan. Terjadi per-bedaan kepentinganyang sangat tajam antara golongan kebangsaan (nasionalis) dan golongan Islam. Golongan nasionalis menginginkan negara yang akan dibentuk adalah negara-bangsa (nation-state), sedangkan golongan Islam mengehndaki negara itu adalah negara keagamaan yang berdasar Islam, dengan argumentasi bahwa mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Menghadapi masalah itu, Ir. Soekarno yang telah ditunjuk oleh BPUPKI memimpin satu Panitia Kecil beranggotakan delapan orang untuk menggolong-golongkan dan memeriksa usulan-usulan yang masuk selama Sidang Pertama berlangsung, pada tanggal 22 Juni 1945 telah melakukan pertemuan dengan anggota-anggota BPUPKI yang lain. Dalam pertemuan itu ditetapkan terbentuknya Panitia Sembilan (karena beranggotakan sembilan orang) , yang terdiri dari lima orang dari anggota Panitia Kecil BPUPKI dan empat orang lagi yang teru-tama dari golongan Islam. Setelah melakukan pembicaraan intensif diperoleh kesepakatan tentang isi rumusan rancangan dasar negara yang akan dirumuskan sebagai bagian dari ru-musan rancangan hukum dasar. Rancangan itu oleh Mr. Muh. Yamin disebut dan diperkenal-kan sebagai ”Jakarta Charter” atau ”Piagam Jakarta”, yang bagian akhirnya berbunyi sebagai berikut.
”...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang terbentukdalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ke-tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Hasil kesepakatan itu kemudian dilaporkan kepada Sidang Kedua BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 dan diterima oleh Sidang. Di samping itu, sidang pada 10 Juli 1945 juga mengumumkan tamba-han enam anggota baru .
Hal yang menarik dari rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta ialah bahwa
- rumusan itu mirip dengan rumusan bagian akhir rumusan Pembukaan Rancangan Undang-Undang Dasar yang diusulkan oleh Mr. Muh. Yamin pada 29 Mei 1945. Hal itu dapat dimengerti, karena Mr. Muh. Yaminlah yang diminati bantuan oleh Ir. Soekarno sebagai Ketuan Panitia Sembilan un-tuk merumuskan apa yang telah disepakati oleh Panitia Sembilan;
- tambahan kata-kata ”dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” waktu itu diterima sebagai jalan keluar untuk mengatasi kebuntuan akibat pertentangan pendapat yang terjadi, yang dinilai dapat mengganggu terwujudnya kesatuan bangsa Indonesia.
Keputusan lain yang dihasilkan dalam masa Sidang Kedua BPUPKI ialah:
1. Bentuk negara sebagai bentuk republik;
2. Wilayah negara yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara, Irian Timur, Timor Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya;
3. Rancangan Pernyataan Indonesia Merdeka;
4. Rancangan Undang-Undang Dasar;
5. Rancangan Keuangan dan Ekonomi;
6. Rancangan Pembelaan Tanah-Air.
Perlu dicermati bahwa semua apa yang sudah dihasilkan oleh BPUPKI belumlah meru-pakan putusan yang bersifat final. Hal ini dikarenakan badan itu hanyalah bertugas untuk menyelidiki hal-hal yang diperlukan bagi calon negara baru yang akan didirikan, bukan seba-gai badan pembentuk negara. Semua materi yang dihasilkannya hanyalah berupa usulan be-laka, yang akan diajukan kepada Pemerintahan Jepang untuk memperoleh persetujuan.
Pengesahan Pancasila Sebagai Dasar Negara R.I.
Sejarah terus berjalan, bala tentara Jepang semakin terdesak di seluruh medan Perang Pasifik. Maka, Nanpoo Gun (Pemerintahan Bala Tentara Jepang untuk Daerah Selatan) pada 7 Agustus 1945 mengeluarkan pengumuman bahwa pada pertengahan bulan Agustus akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Iinkai) yang bertugas memeriksa hasil-hasil Badan Penyelidik (BPUPKI). Nama badan ini oleh bangsa Indonesia lebih dikenal dengan sebutannya sebagai Panitia Persiapan Kemrdekaan Indonesia (PPKI). Semua badan ini memang badan bentukan Pemerintah Jepang yang ditugasi untuk memeriksa hasil-hasil kerja BPUPKI. Namun kemudian, sejak kejatuhan Jepang. dan ditambahkannya enam orang anggota baru atas tanggungan Ir. Soekarno, PPKI sudah berubah menjadi badan bentukan bangsa Indonesia yang mengemban tugas sebagai Pembentuk Negara Republik Indonesia. PPKI dianggotai oleh 21 orang anggota dengan Ir. Soekarno sebagai Ketua dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua . Di dalam keanggotaan PPKI tidak ada seorang pun orang Jepang, ini yang membedakannya dari BPUPKI.
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Sekutu pada 6 dan 9 Agustus 1945. Peristiwa itu merupakan rahmat Tuhan bagi bangsa Indonesia, karena rencananya PPKI baru akan dilantik pada 18 Agustus 1945 dan pada 19 Agustus 1945 baru dapat memulai sidangnya. Berdasarkan perhitungan PPKI baru pada 24 Agustus 1945 dapat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Itu kalau Pemerin-tah Jepang menyetujuinya, karena kata putus ada di tangan mereka.
Situasi yang sedemikian itu dimanfaatkan oleh Ir. Soekarno, sebagai warga bangsa Indo-nesia dan sebagai Ketua PPKI, untuk merubah citra PPKI sebagai badan bentukan Jepang menjadi badan bentukan bangsa Indonesia sendiri. Caranya dengan menambah enam anggota baru ke dalam PPKI atas biaya pribadi Soekarno. Dengan berubahnya status PPKI tersebut, maka PPKI oleh bangsa Indonesia difahami memiliki karakter dan fungsi sebagai berikut.
- Badan yang merupakan wakil-wakil seluruh bangsa Indonesia;
- Sebagai badan Pembentuk Negara, yang menetapkan cetak-biru (blue print) dan yang menyusun negara Republik Indonesia setelah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945;
- memiliki kewenangan untuk meletakkan dasar negara (pokok kaidah negara yang fun-damental)
Dalam sidangnya pada 18 Agustus 1945, PPKI berhasil
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945)
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden R.I yang pertama
3. Menetapkan wilayah negara yang meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda
Sewaktu mengesahkan UUD, sekaligus PPKI juga mengesahkan berlakunya dasar negara Pancasila yang tercantum di dalam alinea keempat UUD 1945, yang juga berfungsi sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dan sejak waktu itu, Pancasila yang dirumuskan ber-laku sebagai dasar negara RI dan sekaligus juga sebagai ideologi bangsa dan negara sepan-jang UUD 1945 diberlakukan.
PELAKSANAAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Fungsi Pancasila Dasar Negara
Sebagai dasar negara, nilai-nilai Pancasila menjiwai bagaimana bangsa Indonesia mem-bangun teorinya tentang hidup bernegara. Teori bernegara meliputi bagaimana memaknai apa arti negara, bagaimana negara itu terbentuk, pembenaran (legitimasi) atas negara, dan apa tujuan dari negara itu. Berdasar pada teori bernegara itulah suatu bangsa akan menata (menyusun) bangunan negara (tatanegara) itu, yang meliputi tata organisasi negara, tata ja-batan dalam negara, tata hukumnya, dan tata nilai yang dianut dalam hidup bernegara,
Bangsa Indonesia, dengan pedoman nilai-nilai Pancasila, memaknai negara sbb.:
- negara adalah keadaan kehidupan berkelompoknya bangsa Indonesia yang berkat rakhmat Allah yang mahakuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur bangsa Indone-sia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, yaitu bebas dari penindasan atas manu-sia oleh manusia lain, serta bebas dari kebodohan dan kemiskinan
- negara adalah hasil kesepakatan seluruh bangsa Indonesia untuk satu tujuan bersama (Gesampte Akt); tujuan itu adalah cita-cita bangsa Indonesia untuk membangun satu masyarakat bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Mahaesa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebi-jaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
Selanjutnya bangsa Indonesia memahami bahwa negara R.I. terbentuk melalui satu proses perjuangan yang panjang sejak awal abad ke-20. Proses itu diawali oleh terbentuknya kesada-ran berbangsa, kemudian disusul oleh kesadaran berideologi, dan akhirnya tumbuh kesadaran berpolitik. Kesadaran berbangsa diawali oleh pembentukan organisasi-organisasi yang beru-paya membangun persatuan kedaerahan, seperti Budi Utomo, Pasundan, Kaum Betawi, dan organisasi-organisasi kepemudaan yang berorientasi kedaerahan. Kesadaran ideologi muncul sebagai hasil pengamatan tentang kehidupan bangsa yang kemudian direnungkan dan disari-kan nilai-nilainya. Setelah nilai-nilai itu dirangkumkan, maka diperoleh lima nilai utama. Hal ini terlihat dari diungkapkannya kelima nilai utama yang dihayati bangsa-bangsa Nusantara itu oleh tiga pembicara dalam Sidang Pertama BPUPKI, Muh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Kesadaran politik muncul dalam bentuk terbentuknya partai-partai politik, perhim-punan kepemudaan, dan diadakannya Konggres Pemuda di tahun 1928, yang kesemuanya berjuang untuk membentuk satu kesatuan bangsa dan perjuangan untuk memperoleh kemer-dekaan politik dari penjajah Belanda. Sebagai puncak semua perjuangan itu adalah dengan diproklamasikannya pembentukan bangsa Indonesia yang kemudian bangsa itu mendirikan satu negara Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia juga berpendapat bahwa negara Indonesia terbentuk pada saat negara Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, meski pemerintahannya belum terbentuk dan wilayahnya pun belum ditetapkan, juga belum memperoleh pengakuan dari negara lain. Pemerintahan baru dibentuk pada 18 Agustus 1945, demikian juga wilayah negara baru ditetapkan pada hari yang sama. Namun belum ada pernyataan pengakuan oleh negara lain di dunia. Hal ini berbeda dengan paham tentang terbentuknya suatu negara yang dianut oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Selanjutnya, dalam hal pembenaran negara Indonesia ada dan memiliki kedaulatan dipa-hami secara berbeda dari paham yang dianut bangsa-bangsa lain. Pada zaman modern, lazim-nya negara dibenarkan berdasarkan anggapan dan pandangan kemanusiaan, seperti misalnya penciptaan kebebasan atau kesejahteraan. Berdasarkan nilai-nilai Pancasila, bangsa Indonesia membenarkan negara Indonesia ada dan memiliki kekuasaan berdasarkan pemahaman bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan harus dihapuskan. Oleh karena itu sebagai pemahaman lanjut, bahwa dalam negara dan masyarakat bangsa Indonesia tidak boleh ada eksploitasi manusia atau kelompok manusia oleh manusia atau kelompok manusia lain, yang harus ada adalah perikemanusiaan dan perikeadilan.
Tujuan negara menurut bangsa Indonesia bukanlah untuk memperoleh kekuasaan atau kesejahteraan bagi negara seperti di negara fasis, atau untuk menciptakan kebebasan yang sebebas-bebasnya bagi setiap individu warganegara di negara-negara Barat, atau untuk men-ciptakan kesejahteraan materi secara kolektif dengan mengabaikan kebebasan seperti yang terjadi di negara-negara komunis. Tujuan negara Indonesia menurut bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan selu-ruh tumpahdarah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Itulah kepentingan nasional Indonesia, yang merupakan perluasan dari penciptaan kesejahteraan dan keamanan.
Berdasarkan pada teori berbangsa di atas, kemudian bangsa Indonesia menata tatanan ne-garanya dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Bagan berikut ini dapat membantu anda dalam memahami hubungan antara Pancasila sebagai dasar negara dalam penataan ne-gara Republik Indonesia.
Pancasila
Teori Bernegara Bangsa Indonesia
- Arti/makna Negara
- Terbentuknya Negara
- Pembenaran Negara
- Tujuan Negara
Tata Negara Indonesia
Tata Organisasi Tata Jabatan Tata Hukum Tata Nilai
Negara (Tata Kehidupan)
- fungsi negara - perwakilan - negara hukum - tatanan bermasyarakat
- bentuk negara - pengorganisasian - konstitusi - tatanan bernegara
- bentuk pemerintahan penduduk - hak & kewajiban - tatanan hub.luar negeri
- kedaulatan tertinggi - aparatur negara konstitusional - tatanan pemerintahan daerah
- unsur-unsur negara - negara hukum - tatanan keuangan negara
- sendi pemerintahan - tatanan hidup beragama
- tatanan bela negara
- tatanan pendidikan
- tatanan politik
- tatanan hukum
- tatanan pekerjaan dan
kehidupan
- tatanan kebudayaan
- tatanan perekonomian
- tatanan gelar dan tanda
kehormatan
- dsb
Gambar 1. Bagan Pancasila dasar negara dalam menentukan ketatanegaraan
TATA ORGANISASI NEGARA
Fungsi Negara
Fungsi negara sebenarnya terkait erat dengan tujuan negara, karena demi tercapainya tu-juan negara itulah negara bekerja. Menurut teori, fungsi negara ada tiga macam: 1) fungsi trias politika; 2) fungsi catur-praja; dan 3) fungsi dwi-praja.
1. Fungsi trias-politika diperkenalkan oleh Montesquieu yang membagi fungsi negara men-jadi tiga, yaitu:
a. fungsi membuat hukum / kebijakan (legislatif);
b. fungsi melaksanakan/menerapkan hukum (eksekutif);
c. fungsi mengawasi agar hukum/kebijakan ditaati (yudikatif).
Dalam trias-politika menurut ajaran Montesquieu ini, kekuasaan dalam negara dipisah-pisahkan satu dari yang lain. Berarti satu badan (organ) negara hanya boleh memegang satu fungsi saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, di mana urusan negara menjadi sangat kompleks, pemisahan kekuasaan yang sedemikian tegas ini tidak diberlakukan lagi, yang dip-raktikan sekarang adalah cara pembagian kekuasaan, di mana tidak lagi mengikuti aturan satu badan – satu fungsi. Bahkan fungsinya bukan hanya tiga jumlahnya, dapat lebih.
Van Vollenhoven tidak puas dengan fungsi negara yang hanya berjumlah tiga saja. Ia mengajukan adanya empat fungsi negara (catur-praja), yaitu:
1. Fungsi perundang-undangan (regeling);
2. Fungsi pemerintahan (bestuur):
3. Fungsi kehakiman (recht spraak); dan
4. Fungsi kepolisian (politie).
Kemudian muncul teori fungsi dwi-praja, yang meliputi
1. Fungsi policy making (pembuatan kebijakan); dan
2. Fungsi policy executing (pelaksanaan kebijakan)
Di masa pejajahan Belanda dianut catur-praja; namun di masa kemerdekaan kita men-ganut trias politika yang dikembangkan fungsinya dan sifatnya bukan pemisahan kekuasaan tetapi pembagian kekuasaan. Di antara badan-badan pengemban fungsi itu terdapat hubungan berdasar asas check and balance serta asas kerjasama. Asas kerjasama antar badan ini meru-pakan pewujudan dari nilai kebersamaan/kekeluargaan dalam Pancasila. Adapun fungsi ne-gara RI adalah sebagai berikut:
1. Fungsi membuat undang-undang dasar;
2. Fungsi membentuk kelembagaan negara;
3. Fungsi membuat undang-undang dan peraturan umum;
4. Fungsi menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara;
5. Fungsi moneter;
6. Fungsi kehakiman;
7. Fungsi pengawasan;
8. Fungsi pemerintahan (penyelenggaraan kemakmuran);
9. Fungsi pemeriksaan pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara;
10. Fungsi belanegara; dan
11. Fungsi perencanaan.
Bentuk Negara
Nilai-nilai Pancasila, khususnya nilai kebersamaan dan nilai demokrasi kekeluargaan sangat mewarnai penataan organisasi negara. Bentuk negara Indonesia dipilih adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, negara yang didasarkan hukum, dan negara yang kedaula-tan tertingginya ada di tangan rakyat. Untuk dapat mewujudkan nilai ‘persatuan Indonesia’, sebenarnya ada dua pilihan bentuk negara yaitu bentuk negara kesatuan atau negara serikat. Namun, para bapak bangsa Indonesia akhirnya memilih bentuk negara kesatuan buat negara Indonesia. Penulis memperkirakan bila bentuk serikat yang dipilih mungkin negara-negara bagiannya akan berupa kerajaan-kerajaan. Hal ini disebabkan pada waktu itu kepulauan Nusantara sebenarnya terbagi dalam wilayah-wilayah kerajaan. Hal ini terlihat, pada waktu tahun 1950 awal sewaktu di bawah pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagian terbesar negara bagiannya berbentuk negara kerajaan. Dengan dipilihnya bentuk sebagai ne-gara kesatuan, maka tidak dimungkinkan lagi bagian-bagian negara yang bersifat negara yang memiliki kedaulatan sendiri.
Akan tetapi, suatu bentuk negara kesatuan, mengingat sifatnya yang sentralistik, maka akan baik dan efektif bila wilayah negaranya kecil. Sedangkan kenyataannya, wilayah negara Indonesia sangatlah luas, sehingga bentuk negara kesatuan punya potensi untuk menjadi tidak efektif dalam memakmurkan keseluruhan rakyatnya. Oleh karena itu, meski sifat kesatuan masih dipertahankan, maka sendi pemerintahan yang memberikan otonomi daerah-daerah secara luas juga diterapkan dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia. Hal ini dalam upaya mendekatkan pemerintahan kepada rakyat. Dekatnya pemerintahan kepada rakyat mengandung dua maksud. Pertama, memungkinkan Pemerintah dapat memahami keinginan rakyat dengan lebih baik, dan kedua, rakyat dapat mengontrol pemerintah secara lebih baik agar tetap pada jalur yang telah ditetapkan.
Pemilihan bentuk republik merupakan pewujudan nilai kerakyatan dari Pancasila yang mengandung dua arti. Pertama, mengisyaratakan bahwa negara itu dipimpin oleh seorang kepala negara yang dipilih, bukan kedudukan yang diwariskan. Kedua, negara bentuk repub-lik (dari kata res publica) menunjukkan bahwa semua apa yang dilakukan oleh negara adalah demi kepentingan rakyat (publik). Bukan untuk kepentingan orang per orang atau satu golon-gan tertentu, tetapi untuk seluruh rakyat tanpa kecuali.
Nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial dari Pancasila secara bersama-sama menampil-kan bentuk negara hukum bagi negara Indonesia. Hukum bagi bangsa Indonesia diartikan bu-kan hanya untuk menciptakan keamanan-ketertiban dalam kehidupan bersama, tetapi juga untuk mewujudkan kesejahteraan hidup. Ini adalah wujud dari negara kesejahteraan, namun negara kesejahteraan yang dilandaskan pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai-nilai materiil dan nir-materiil dalam hubungan yang harmonis.
Bentuk Pemerintahan
Sebenarnya ada dua bentuk pemerintahan yang dapat dipilih bagi Republik Indonesia, yaitu bentuk pemerintahan republik presidensiil atau bentuk republik parlementer. Kedua bentuk ini dapat saja diberlakukan bagi negara yang berlandaskan Pancasila. Namun, PPKI sebagai Pembentuk Negara memilih bentuk pemerintahan republik parlementer sebagai ben-tuk Pemerintahan Negara RI. Dalam bentuk pemerintahan yang seperti ini, Presiden mem-punyai dua kedudukan, yaitu sebagai Kepala Negara yang sekaligus juga sebagai Kepala Pe-merintahan. Sebagai Kepala Pemerintahan, Presiden memimpin kabinet para menteri untuk mengerakkan jalan pemerintahan negara sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dan, kebijakan-kebijakan itu pada dasarnya adalah apa yang dikehendaki oleh rakyat, aspirasi rakyat. Jadi negara digerakkan untuk men-capai apa yang dikehendaki oleh seluruh rakyat, bukan keinginan hanya dari segolongan rakyat atau segolongan kecil rakyat saja.
Kedaulatan Tertinggi dalam Negara
Bentuk negara di mana kedaulatan tertinggi ada pada rakyat mengandung arti bahwa penentu keputusan akhir bagi semua kebijakan negara yang menyangkut kehidupan bersama ada pada tangan rakyat. Dalam pelaksanaannya, kedaulatan rakyat ini terwujud sewaktu rakyat memilih para wakilnya untuk menduduki jabatan-jabatan dalam kenegaraan, apakah itu dalam badan legislatif, eksekutif, yudikatif, pengawasan, atau badan-badan lainnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dalam penyelenggaraan negara sehari-hari, rakyat melimpahkan sebagian dari kedaulatannya kepada para wakil yang telah dipilihnya. Namun, dalam kondisi krusial, rakyat akan menggunakan kembali kedaulatannya dalam wujud penye-lenggaraan referendum atau plebisit.
Unsur-unsur Negara
Secara teoretik ada tiga unsur negara, yaitu: wilayah, rakyat, dan pemerintahan yang ber-daulat. Wilayah negara Indonesia pada 18 Agustus 1945 ditetapkan seluruh wilayah bekas Hindia Belanda. Namun waktu itu yang dikenal sebagai wilayah Hindia Belanda hanyalah wilayah darat dan sedikit wilayah perairan menurut aturan yang berlaku pada waktu itu, yaitu Ordonansi Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim tahun 1939 (Territriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939; yang disingkat menjadi TZMKO 39). Wilayah perairan di laut menurut TZMKO 39 ini hanya meliputi wilayah perairan laut sampai sejauh 3 (tiga) mil lalut diukur dari garis pantai. Pengukuran wilayah dengan aturan seperti itu, membuat adanya wilayah-wilayah perairan di antara pulau-pulau Nusantara yang bukan menjadi wilayah teri-torial negara RI, tetapi merupakan wilayah laut bebas. Dan, wilayah udara di atas wilayah laut bebas itu berstatus sebagai wilayah bebas juga. Semua bangsa, termasuk mereka yang memusuhi RI, dapat secara legal menggunakan wilayah perairan bebas itu. Hal ini diman-faatkan oleh Belanda dan sekutunya Inggris dalam masa konfrontasi konflik Irianbarat, dan oleh Amerika Serikat yang membantu pemberontakan PRRI-Permesta di tahun 1958-an.
Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 1958 mengeluarkan pengumuman se-pihak, yang dikenal sebagai Deklarasi Juanda, yang memberlakukan cara baru dalam me-netapkan batas wilayah laut bagi Negara Republik Indonesia. Menurut Deklarasi Juanda, cara menetapkan wilayah laut negara ditetapkan dengan menetapkan terlebih dahulu garis dasar , baru dari garis dasar itu diukur sejauh 12 mil laut ke arah luar. Dan, jalur selebar 12 mil laut itulah yang merupakan wilayah laut Indonesia, sedangkan perairan di sebelah dalam garis dasar merupakan wilayah perairan kepulauan Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan hu-kum Deklarasi Juanda, maka deklarasi itu kemudian ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 1960 yang kemudian diwujudkan sebagai Undang-Undang Nomor 4/Prp tahun 1960. Dengan cara ini, maka wilayah negara Republik Indonesia secara fisik menjadi satu kesatuan wilayah air, darat, dan udara. Cara penentuan batas wilayah laut seperti ini kemudian diperjuangkan di fota hukum laut PBB, dan pada ta-hun 1982 berhasil memperoleh pengakuan mayoritas negara di dunia, dan sejak tahun 1985 secara efektif berlaku secara internasional. Kemudian, berdasarkan pada satunya kesatuan wilayah negara di permukaan bumi (wilayah darat dan wilayah perairan), maka wilayah uda-ranya mengikuti batas wilayah yang baru itu. Persatuan wilayah Indonesia di laut, di darat, dan di udara dapat diwujudkan dengan satunya kesatuan wilayah Indonesia.
Rakyat adalah keseluruhan orang yang menjadi warga dari suatu negara. Menurut Pasal 26 UUD 1945, warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Mengingat bahwa bangsa dalam pengertian modern adalah identik dengan warga negara, maka bangsa Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang sah secara undang-undang sebagai warga negara Indonesia. Apalagi dalam sejarah pembentukan bangsa dan pembentukan negara Indonesia terlibat juga peranan warga-warga keturunan as-ing, baik dalam BPUPKI maupun dalam PPKI. Maka, yang disebut sebagai bangsa Indonesia adalah seluruh warga negara Indonesia, tidak lagi dipermasalahkan status warga negara asli dan tidakasli. Semuanya berstatus sebagai pendukung eksistensi Negara RI.
Namun yang menjadi persoalan adalah kapan orang-orang asing atau keturunan asing itu dapat dianggap sebagai warga negara, disahkan dulu baru diminta untuk membaur atau mem-baur dulu baru disahkan. Mengingat Pancasila adalah suatu ideologi yang nilai-nilainya berasal dari budaya bangsa Indonesia, maka ditetapkan bahwa untuk memperoleh kewarga negaraan Indonesia seseorang harus terlebih dahulu membaur dulu menjadi berkebudayaan Indonesia baru dapat disahkan status kewarganegaraannya.
Pemerintahan negara Indonesia bukanlah pemilik negara, tetapi adalah aparatur yang dipercaya oleh rakyat sebagai pemilik negara untuk menyelenggarakan negara sesuai dengan apa yang dikehendaki rakyat. Pemerintahan negara haruslah memperoleh legitimasi sosial dari mayoritas rakyat untuk memperoleh kekuasaan untuk memerintah. Dengan kekuasaan itulah pemerintah menjalankan dan melaksanakan undang-undang serta kebijakan-kebijakan negara lainnya, serta mengadili apabila terjadi pelanggaran atas undang-undang dan kebija-kan yang telah ditetapkan. Kekuasaan itu berlaku (berdaulat) baik ke dalam kepada rakyatnya sendiri, maupun ke luar ke bangsa-bangsa lain, yang kesemuanya ditujukan demi terwujud-nya apa yang menjadi tujuan negara, yang merupakan penjelmaan nilai-nilai Pancasila.
Sendi-sendi Pemerintahan
Sendi pemerintahan adalah asas-asas dalam hidup bernegara agar pemerintahan negara dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Ada dua jenis sendi pemerintahan, yaitu yang bersifat horisontal dan yang bersifat vertikal. Sendi pemerintahan yang bersifat horisontal adalah dengan membagi kekuasaan dalam negara berdasar fungsi-fungsinya: legislatif (pembuat hu-kum/kebijakan), eksekutif (pelaksana hukum/kebijakan), yudikatif (pengadil bila terjadi pe-langgaran hukum/kebijakan), kepenasihatan, dan pengawasan. Kekuasaan dalam negara itu perlu dibagi-bagi agar kekuasaan tidak menumpuk di satu tangan. Penumpukan kekuasaan di satu tangan akan membuat kekuasaan itu menjadi takterkendali dan seenang-wenang. Oleh karena fungsi pengawasan (kontrol) menjadi penting dalam suatu sistem demokratis. Namun, mengingat bahwa demokrasi Indonesia itu didasarkan pada nilai-nilai kebersamaan dalam Pancasila, maka harus juga ada asas kerjasama di antara para pemegang kekuasaan itu.
Sendi pemerintahan yang lain dalam penyelenggaraan negara yang dianut oleh Indonesia adalah sendi pemerintahan yang vertikal. Kekuasaan tidak hanya menumpuk di pemerintahan pusat saja, namun juga dilimpahkan kepada pemerintahan-pemerintahan daerah dengan asas otonomi daerah yang seluas-luasnya. Daerah dilimpahi kekuasaan untuk menyelenggarakan sendiri urusan rumahtangganya, yang meliputi seluruh urusan pemerintahan kecuali yang menjadi urusan pemerintahan Pusat (urusan-urusan pertahanan keamanan negara, politik luar negeri, urusan moneter dan fiskal, urusan kehakiman, urusan agama, dan urusan-urusan yang bersifat kebijakan makro). Ini semua adalah pewujudan dari demokrasi yang bersumber pada nilai kerakyatan dan keadilan sosial dari Pancasila, yang berupa upaya untuk mendekatkan rakyat pada pemerintahan.
Sendi pemerintahan yang bersifat horisontal maupun yang vertikal adalah merupakan bentuk demokrasi dalam pemerintahan dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial. Dengan demikian, nilai-nilai kerakyatan dan nilai-nilai keadilan sosial menjiwai sendi-sendi pemerintahan.
TATA JABATAN
Masalah jabatan ada karena adanya organisasi. Jabatan akan tetap ada selama organisasi itu ada, namun orang-orang yang menduduki jabatan itu silih berganti. Jabatan dalam negara ditata dalam jabatan-jabatan perwakilan, aparatur negara, dan pengorganisasian rakyat.
Perwakilan
Jabatan perwakilan, yang diduduki oleh wakil-wakil rakyat yang terpilih, Wakil-wakil rakyat itu menduduki jabatan-jabatan yang ada di dalam negara, baik di legislatif, eksekutif, yudikatif, kepenasihatan, pengawasan, dan sebagainya. Wakil-wakil rakyat itu ada yang dipilih rakyat secara langsung dan ada yang dipilih secara tidak langsung oleh rakyat. Ja-batan-jabatan wakil rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta untuk menduduki ja-batan-jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dan Kepala-kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum. Sedang banyak jabatan lain dalam ne-gara yang dipilih secara taklangsung oleh DPR atau DPRD, seperti jabatan-jabatan: hakim agung, hakim konstitusi, anggota komisi yudisial, anggota badan pemeriksa keuangan, Gu-bernur Bank Sentral, pimpinan komisi pemberantasan korupsi, jaksa agung, panglima TNI, kepala kepolisian negara, dan sebagainya. Mereka dipilih oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Para wakil rakyat tersebut menjalankan tugas dan ke-kuasaannya sesuai ketentuan yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Dasar atau undang-undang di bawahnya. Ia tidak boleh menjalankan kekuasaannya di luar yang telah ditetapkan hukum. Di sini hubungan diatur dengan asas ’check and balance’. Di antara kekuasaan lem-baga-lembaga yang sejajar harus ada asas keseimbangan kekuasaan, hal itu juga untuk me-mungkinkan berlakunya asas pengawasan. Kesemuanya itu adalah untuk membatasi kekua-saan masing-masing jabatan, agar jangan sampai terjadi tindakan yang sewenang-wenang terhadap rakyat. Inilah wujud dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan dari Pancasila
Cara berembug, berdialog, dan cara mengambil keputusan di antara wakil-wakil yang di dalam setiap badan pemerintahan haruslah didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Komunikasi politik yang dilakukan di antara wakil-wakil rakyat dari lembaga negara berlainan dan antara lembaga-lembaga negara dengan rakyat harus juga dilakukan dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai Pancasila: berdasarkan pada iman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa, berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, berkeadilan, menjaga persatuan dan kesatuan In-donesia, serta bersifat kerakyatan.
Aparatur Negara
Secara konstitusional, aparatur negara meliputi seluruh pelaku penyelenggara negara, yang termasuk dalam kelompok suprastruktur. Aparatur negara meliputi para wakil rakyat yang duduk di lembaga-lembaga negara di tingkat pusat dan daerah, para menteri negara yang memimpin departemen dan kementerian negara, seluruh pegawai negeri sipil, para ang-gota TNI dan kepolisian negara, para hakim, para jaksa, serta aparatur negara lainnya. Mengingat bahwa aparatur negara yang menduduki jabatan-jabatan wakil rakyat sudah dibi-carakan sebelumnya, maka dalam bagian ini terbatas hanya dibicarakan pada aparatur negara yang lainnya.
Pada akhir-akhir ini, berkembang gagasan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance) untuk menggantikan konsepsi kepemerintahan (government). Dalam kon-sep kepemerintahan, rakyat tidak banyak dilibatkan dalam penyelenggaraan negara, kecuali pada saat pemilihan wakil-wakil dan pengawasan. Hubungan antara suprastruktur dan infra-struktur digambarkan dalam konsepsi kepemerintahan dan dalam konsepsi tata pemerintahan yang baik dibedakan menurut gambaran sebagai berikut.
Kepemerintahan Tata pemerintahan yang baik
(government) (good governance)
Pemerintah Pemerintah
Swasta Sipil
Swasta Sipil
Gambar 2. Denah Kepemerintahan dan Tata Pemerintahan yang Baik
Dalam tata pemerintahan yang baik (good governance) para pengusaha dan masyarakat sipil (madani) sebagai representasi rakyat seluruhnya dilibatkan secara penuh dalam penentuan perumusan visi strategik, dalam pembuatan kebijakan-kebijakan, dalam seluruh tahapan manajemen pelaksanaan kebijakan (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pen-gawasan), serta dalam penilaian kebijakan dan pelaksanaannya.
Di dalam tata pemerintahan yang baik akan tumbuh karakter-karakter berikut:
a. partisipasi
b. berdasar aturan hukum
c. transparansi
d. daya tanggap
e. orientasi pada kesepakatan
f. berkeadilan
g. efektivitas dan efisiensi
h. akuntabilitas
i. saling tergantung
j. bervisi strategik
Di mana keseluruhan karakter itu mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Para wakil rakyat di dalam badan legislatif dalam pembuatan kebijakan harus bekerjasa-ma, baik dengan masyarakat pemerintah (eksekutif) maupun dengan rakyat (parpol-parpol, masyarakat swasta, dan masyarakat sipil), sehingga kebijakan yang dihasilkan akan benar-benar memenuhi aspirasi rakyat dan dapat dilaksanakan. Selanjutnya, para menteri negara, sebagai pelaksana kebijakan, dalam menjalankan tugasnya harus bekerjasama dengan depar-temen-departemen lainnya di samping juga harus bekerjasama dengan rakyat yang direpre-sentasikan dalam bentuk parpol-parpol, masyarakat pengusaha swasta, dan masyarakat sipil (LSM-LSM dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lain). Melalui kerjasama yang baik dan erat antar departemen, antar pusat dan daerah, antar daerah dengan daerah lainnya, dan antara masyarakat pemerintah dengan rakyat maka akan dapat dihasilkan perencanaan kegiatan pe-laksanaan kebijakan yang terpadu. Dengan keterpaduan perencanaan itu akan dihasilkan pe-laksanaan yang lebih efektif dan efisien. Juga akan muncul karakter-karakter tata pemerin-tahan yang baik.
Terwujudnya karakter-karakter tata pemerintahan yang baik (good governance), khusus-nya karakter-karakter berdasarkan pada aturan hukum dan keterbukaan, maka tindak korupsi dapat diatasi, dan aparatur yang baik dan berwibawa pun akan terbentuk Dan secara ber-tahap, nilai-nilai Pancasila akan terwujudkan dalam kehidupan bersama dalam bernegara.
Penggolongan atau Pengorganisasian Rakyat
Rakyat, sebagai pendukung utama negara, agar dapat berpartisipasi aktif dan secara baik dalam kehidupan bernegara perlu diorganisasikan. Rakyat diorganisasikan ke dalam partai-partai politik (political party) dan ke dalam organisasi-organisasi berdasar kepentingannya (interest group). Namun di luar itu pun, rakyat masih diberi kebebasan untuk mengutarakan aspirasi politiknya melalui kelompok penekan (preassure group). Namun di dalam berpartisi-pasi politik dalam hidup bernegara, hendaknya dilakukan sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku, yang sudah barang tentu harus didasarkan pada nilai-nilai demokrasi Pancasila.
TATA HUKUM
Konsep Negara Hukum
Pada masa-masa sebelum konsep hukum ada, negara yang direpresentasikan oleh seo-rang raja adalah hukum, apa yang diucapkan raja adalah ketentuan yang harus dilaksanakan. Tindak sewenang-wenang negara terhadap masyarakat bisa saja terjadi sewaktu-waktu, ber-gantung pada suasana hati sang penguasa. Demi melindungi masyarakat dari tindak sewe-nang-wenang negara, maka hukum yang membatasi kekuasaan dan mengatur apa kewajiban penguasa negara terhadap warganya dibentuk. Hukum dibentuk untuk melindungi kepentin-gan rakyat warga negara. Lalu, dalam masa negara hukum liberal, yang ditonjolkan adalah asas legalitas. Siapa pun wajib tunduk dan taat kepada hukum. Hukumnya berkembang fungsinya, baik untuk membatasi kekuasaan maupun untuk menjaga ketertiban dan keten-teraman masyarakat. Selanjutnya seiring dengan perkembangan konsepsi negara hukum, dalam negara hukum formal diperkenalkan asas demokrasi dalam kehidupan bernegara. Ke-mudian, dengan berkembangnya negara hukum menjadi negara kesejahteraan, negara mem-punyai tanggung jawab untuk menyelenggarakan kesejahteraan bagi seluruh warganya tanpa kecuali. Pemberian jaminan perlindungan keamanan bagi warganya dari tindakan negara, penciptaan ketertiban dan ketenteraman hidup bermasyarakat, pemberlakuan asas demokrasi dalam hidup bernegara, dan kewajiban negara dalam memberikan kesejahteraan bagi war-ganya merupakan penyelenggaraan hak-hak manusia yang meliputi hak-hak kesejahteraan dan keamanan. Negara Republik Indonesia adalah juga tipe negara kesejahteraan, namun penyelenggaraannya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Paham Pancasila atas manusia adalah bahwa manusia itu bersifat pluralistik, serba segi. Oleh karena itu, negara hukum Republik Indonesia mempunyai kewajiban untuk menyelenggara-kan keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh warganya baik secara materiil maupun secara nir-materiil, secara lahir maupun batin. Hukum bagi bangsa Indonesia berfungsi pengayoman dalam arti menegakkan kehidupan demokratis, kehidupan yang berkeadilan sosial.
Bangsa Indonesia memahami negara hukum sebagai organisasi bangsa Indonesia yang atas rahmat Allah Yang Mahakuasa dan didorong oleh keinginan luhur bangsa untuk berke-hidupan kebangsaan yang bebas berdasarkan suatu ketertiban menuju suatu kesejahteraan. Dan itu adalah bentuk negara kesejahteraan ala bangsa Indonesia. Unsur-unsur negara hukum Indonesia menurut Prof. Padmowahjono yang telah penulis sesuaikan dengan perkemban-gan ketatanegaraan terakhir setelah empat kali amandemen UUD 1945 adalah sebagai beri-kut:
a. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum;
b. Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat;
c. Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi;
d. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dalam arti bebas dari penga-ruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain dalam masyarakat;
e. Ada kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi para warga negara dan kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa kecuali.
Hukum Dasar
Hukum adalah satu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu negara hukum. Dalam pem-buatan hukum diperlukan pedoman berupa ketentuan-ketentuan yang dijadikan acuan, dan itu disebut sebagai hukum dasar. Dengan demikian, hukum dasar adalah hukum yang dijadikan dasar atau sumber hukum bagi pembuatan ketentuan hukum lainnya. Hukum dasar negara Republik Indonesia mewujud sebagai hukum dasar tertulis dan hukum dasar taktertulis. Hu-kum tertulisnya mewujud sebagai Undang-Undang Dasar 1945, yang di negeri-negeri lain sering disebut sebagai konstitusi, dan hukum dasar taktertulisnya mewujud sebagai: konvensi, hukum adat, dan perjanjian antar negara (traktat) yang taktertulis yang terjadi pada masa lalu.
Untuk membuat hukum dasar, diperlukan satu himpunan nilai-nilai yang dijadikan kaidah utama yang bersifat mendasar. Berdasar pada kaidah utama itu kemudian disusunlah keten-tuan-ketentuan sebagai bagian dari hukum dasar. Negeri-negeri Barat yang bersifat liberal, kaidah utama yang dijadikan acuan dasar adalah gagasan liberalisme, kebebasan bagi setiap individu warga negara. Maka hukum dasarnya akan berisi-ketentuan-ketentuan yang didasar-kan pada gagasan kemerdekaan bagi setiap individu warganya. Di negara-negara sosialis-komunis, yang dijadikan kaidah utamanya adalah kesejahteraan materiil bagi masyarakatnya secara keseluruhan. Oleh karena itu, hukum dasarnya mengandung nilai-nilai kebersamaan dalam setiap pasalnya.
Bagi negara Republik Indonesia, acuan utamanya adalah nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Oleh karena itu UUD 1945 sebagai hukum dasar negara kaidah utama yang dijadikan acuan adalah nilai-nilai Pancasila, yang menjiwai seluruh isi Pembu-kaan UUD dan secara eksplisit dicantumkan rumusannya di alinea keempat dari Pembukaan UUD. Nilai-nilai Pancasila yang menjiwai seluruh isi Pembukaan UUD itu disebut sebagai ’pokok kaidah negara yang fundamental’ (PKNF). PKNF itulah yang merupakan wujud Pan-casila yang nilai-nilainya menjiwai seluruh pasal-pasal UUD 1945.
Selanjutnya, mengacu pada Konstitusi dan hukum dasar lainnya dibuatlah berbagai kebi-jakan dan aturan perundang-undangan lain untuk mewujudkan apa yang dikehendaki oleh rakyat. Aturan hukum itu berbeda-beda peringkatnya dan membentuk suatu hirarki hukum. Menurut UU No. 10 tahun 2004, tata urutan peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia ditata sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dikenal sebagai UUD 1945;
b. Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
c. Peraturan Pemerintah (PP);
d. Peraturan Presiden(Perpres);
e. Peraturan Daerah (Perda) yang meliputi:
(1) Peraturan Daerah Provinsi:
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; dan
(3) Peraturan Desa.
Hak dan Kewajiban Konstitusional
Pada dasarnya hukum dibuat untuk menciptakan kesejahteraan bagi setiap individu yang menjadi warga dari suatu sistem politik atau suatu negara. Kesejahteraan itu lingkupnya san-gat luas meliputi pemenuhan kebutuhan fisik, kebutuhan jiwa, dan kebutuhan ruhani orang. Dalam kebutuhan jiwa, terdapat antara lain adalah kebutuhan rasa aman, rasa tenteram dalam kehidupan seseorang. Dalam kehidupan bersama dalam negara, hal itu semua harus diatur melalui hukum, sehingga hukum mengatur apa-apa yang dianggap baik bagi orang dalam hidup bermasyarakat dan digunakan untuk merekayasa agar kesejahteraan masyarakat tum-buh semakin baik dari waktu ke waktu. Hukum harus memberi jaminan perlindungan bagi setiap warga dari tindakan-tindakan yang dapat mengancam terwujudnya keamanan dan kese-jahteraannya dalam kehidupan bernegara.
Warga suatu negara demokratik yang berdasarkan hukum, akan memperoleh jaminan keamanan dan kesejahteraan yang ditetapkan dalam hukum dasarnya. Indonesia sebagai suatu negara demokratik berdasarkan hukum juga memberikan jaminan keamanan dan kese-jahteraan di dalam UUD-nya. Jaminan itu berwujud sebagai pasal-pasal tentang hak dan ke-wajiban warga negara (HWN) serta hak dan kewajiban manusia (HAM)
Hak dan kewajiban konstitusional warganegara menurut UUD 1945 meliputi:
1. Keamaan kedudukan dalam hukum dan kewajiban menaati hukum;
2. Kesamaan hak dalam pemerintahan dan kewajiban menjunjung pemerintahan yang sah;
3. Hak atas pekerjaan yang layak dari segi kemanusiaan;
4. Hak atas kehidupan yang layak dari segi kemanusiaan;
5. Hak atas bela negara serta kewajibannya; dan
6. Hak atas pendidikan nasional dan kewajibannya.
Sedangkan hak dan kewajiban asasi manusia meliputi
1. Hak hidup dan mempertahankan kehidupannya;
2. Hak berkeluarga, melanjutkan keturunan, dan hak anak;
3. Hak untuk mengembangkan diri dan membangun masyarakat;
4. Hak atas hukum, pekerjaan, dan kesempatan sama dalam pemerintahan;
5. Hak kebebasan memeluk agama, memilih pendidikan, dan memilih pekerjaan;
6. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi;
7. Hak atas perlindungan dan rasa aman;
8. Hak untuk hidup sejahtera;
9. Hak hidup, tidak untuk disiksa, kemerdekaan pikiran, beragama, tidak diperbudak, bebas dari perlakuan diskriminatif;
10. Kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain dan pembatasan kebebasan
Rumusan Pancasila Dalam Hukum Dasar Dari Waktu ke Waktu
Sepanjang sejarahnya, negara Indonesia pernah mengalami perubahan dalam bentuk ne-gara, bentuk pemerintahan, dan Undang-Undang Dasarnya. Perubahan-perubahan itu ber-langsung sebagai berikut.
Setelah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Indonesia memiliki bentuk sebagai ne-gara kesatuan dengan pemerintahan presidensiil, yang hanya berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Undang-undang dasarnya adalah UUD 1945.
Sesudahnya, meskipun masih berbentuk negara kesatuan, demi untuk memberikan citra sebagai negara demokratis, bukan negara fasis bentukan Jepang, pemerintahan negara diubah menjadi bentuk pemerintahan republik parlementer. UUD yang digunakan adalah UUD 1945, yang menetapkan bentuk pemerintahannya adalah republik presidensiil. Demikian terjadi penyimpangan dalam praktik ketatanegaraan dari apa yang diatur dalam UUD. Terjadi situasi ”Verfassungs Wandlung”, penyimpangan praktik dari UUD. Praktik ketatanegaraan itu berlangsung sampai dengan diakuinya kedaulatan sebagai hasil perjan-jian KMB di pengakhir tahun 1949.
Sejak itu di tahun 1950, Indonesia berbentuk sebagai negara serikat dengan sebutan Ne-gara Republik Indonesia Serikat (RIS), meski hanya selama sekitar tujuh bulan saja, den-gan bentuk pemerintahan yang parlementer. Hal itu dilakukan, untuk memperoleh penga-kuan dari negara-negara lain di dunia, bahkan berhasil menjadi anggota PBB. Hukum dasar yang digunakan ialah Konstitusi RIS yang bersifat liberal.
Setelah pengakuan dunia diperoleh, selanjutnya bentuk negara diubah lagi menjadi negara kesatuan namun dengan ideologi yang bersifat liberal dengan pemerintahannya yang ber-bentuk pemerintahan parlementer sebagaimana bentuk negara RIS, pendahulunya. Seba-gai hukum dasarnya digunakan UUD Sementara tahun 1950, yang bersifat liberal.
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di mana UUD 1945 diberlakukan kembali, maka bentuk negara Indonesia kembali menjadi negara kesatuan yang republik dengan pemer-intahan berbentuk pemerintahan presidensiil. Dekrit Presiden ini, yang bentuknya adalah Keputusan Presiden, dikeluarkan untuk mengatasi situasi genting menghadapi bahaya perpecahan bangsa Indonesia. Para elit politik di Dewan Konstituante (Dewan Pembuat UUD), telah mengikutsertakan golongan ’akar rumput’ dalam pertikaian politik mereka. Pertikaian politik itu berkaitan dengan DASAR NEGARA yang berbeda yang diperlukan bagi pembuatan UUD Baru untuk menggantikan UUD Sementara tahun 1950. Golongan nasionalis menginginkan penggunaan rumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembu-kaan UUD 1945, sedang golongan Islam menghendaki rumusan Piagam Jakarta sebagai dasar negara. Dengan dikeluarkannya Dekrit itu, maka perpecahan bangsa Indonesia da-pat diatasi, dan UUD 1945 ditetapkan sebagai UUD Negara yang baru menggantikan UUD Sementara tahun 1950.
Pergantian rezim pemerintahan ke Orde Baru dan selanjutnya ke Orde Reformasi, UUD 1945 tetap digunakan sebagai hukum dasar. Untuk memperbaiki praktik kehidupan bernegara, dilakukan pengubahan-pengubahan (amandemen) seperlunya atas UUD 1945, dengan mengurangi kekuasaan Presiden yang terlalu besar dan diberikan kepada DPR agar terjadi keseimbangan. Hal itu terjadi dari tahun 1999 sampai tahun 2002.
Hal yang menarik selama terjadi perubahan-perubahan bentuk negara, pemerintahan, dan UUD yang diberlakukan, Pancasila tetap digunakan sebagai dasar negara, meski rumusannya berbeda-beda. Rumusan Pancasila yang digunakan pada setiap masa berlakunya UUD adalah sebagai berikut.
1. Rumusan Pancasila dalam UUD 1945
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
c. Persatuan Indonesia;
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan per-wakilan;
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Rumusan Pancasila dalam Konstitusi RIS
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Peri Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kerakyatan;
e. Keadilan sosial.
3. Rumusan Pancasila dalam UUD Sementara 1950
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Peri Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kerakyatan;
e. Keadilan sosial.
4. Rumusan Pancasila yang lain, tidak resmi tetapi pernah banyak beredar di masyarakat.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Peri Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kedaulatan Rakyat;
e. Keadilan Sosial.
Rumusan Pancasila di dalam Pembukaan UUD 1945 ini, meski dirumuskan dalam waktu yang relatif sangat pendek dan dalam keadaan yang kacau akibat perang, merupakan rumusan yang indah dan tersusun rapi tertata dalam satu sistem pemikiran filsafat yang luhur. Kelima silanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Satu sila terkait erat pada sila-sila lain-nya, tidak dapat dipisahkan. Artinya membicarakan satu sila, harus dalam kaitannya dengan sila-sila lainnya. Bila tidak pemahamannya akan dapat berbeda dari apa yang dimaksud bila dikaitkan dengan sila-sila lainnya.
Umum-Abstrak Isi sedikit – Lingkup luas
Sila 1
Sila 2
menjiwai dijiwai
Sila 3
Sila 4
Sila 5
Khusus-Kongkret Isi banyak – Lingkup sempit
Gambar 3. Susunan Hirarkik – piramidal Pancasila
Sila-sila Pancasila juga tersusun dalam satu susunan yang hirakik, di mana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri-sendiri dan tidak dapat dipertukarkan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menempati kedudukan pertama dan paling atas, disusul oleh sila Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan paling bawah adalah sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat In-donesia.
- Luas lingkup dan isi pengertiannya juga tersusun rapi. Semakin ke atas lingkup keber-lakuannya semakin luas, sedangkan isi pengertiannya semakin sedikit. Semakin ke bawah, lingkup keberlakuannya semakin sempit, namun isi pengertiannya semakin banyak.
- Dalam hal sifatnya, semakin ke atas semakin bersifat umum dan universal, sedangkan semakin ke bawah semakin bersifat khusus dan kongkret.
- Sila yang menempati kedudukan lebih atas menjiwai sila-sila di bawahnya, dan sila-sila yang menempati kedudukan di bawah akan dijiwai oleh sila-sila di atasnya
TATA NILAI
Dalam hidup berbangsa dan bernegara nilai-nilai luhur yang bersumber pada budaya bangsa Indonesia, yang tidak lain adalah juga nilai-nilai Pancasila, juga digunakan sebagai pedoman. Nilai-nilai itu adalah hasil penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Prof. Padmo Wahjono telah mengidentifikasi beberapa tatanan dasar yang berlaku dalam hidup berbangsa dan bernegara .
1. Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya ialah tak boleh ada eksploitasi sesama manusia (penjajahan), berperikemanusiaan dan berkeadilan sosial (Alinea I Pembukaan);
2. Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur (Alinea II Pembukaan);
3. Tatanan kerja sama antar negara atau tatanan luar negeri dengan nilai tertib dunia, kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial (Alinea IV Pembukaan);
4. Tatanan pemerintah daerah dengan nilai permusyawaratan dan mengakui asal usul keistimewaan daerah (pasal 18);
5. Tatanan keuangan negara ditentukan dengan undang-undang (pasal 23);
6. Tatanan hidup beragama dengan nilai dasar dijamin oleh negara kebebasannya serta beribadahnya sesuai dengan agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 29);
7. Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara merupakan nilai dasarnya (pasal 30);
8. Tatanan pendidikan diatur dengan undang-undang (pasal 31);
9. Tatanan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat;
10. Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan dengan nilai-nilai dasar kesamaan bagi setiap warga negara dan kewajiban menjunjungnya tanpa kecuali (pasal 21-7 ayat 1);
11. Tatanan pekerjaan dan penghidupan dengan nilai dasar harus layak dari segi kemanusiaan
12. Tatanan budaya dengan nilai dasar berdasarkan budaya daerah, menuju kemajuan adab, budaya dan persatuan, dan tidak menolak budaya asing yang dapat memperkembangkan dan memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa;
13. Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat yang diutamakan dan bukan kemakmuran orang seorang.
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekelurgaan.
b. Cabang produksi yang penting bagi negara dikuasai oleh negara.
c. Produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota masyarakat.
d. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
e. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang seorang (pasal 33).
14. Tatanan gelar dan tanda kehormatan diatur dengan undang-undang (pasal 15).
PENUTUP
Demikianlah uraian Pancasila sebagai dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Uraian itu dimulai dari sejarah perumusannya, kemudian bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan bernegara, serta rumusan-rumusan yang pernah berlaku dengan fokus perhatian pada rumusan yang ada dalam Pembukaan UUD 1945, dan ditutup dengan tinjauan filsafati atas rumusan Pancasila yang resmi itu. Semoga semua uraoian ini bermanfaat dalam memahami Pancasila sebagai dasar negara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
INDONESIA TERCINTA
UCAPAN SELAMAT DATANG
Selamat datang kami ucapkan pada para pengguna blog MahaRsi - Indonesia ini
Blog ini kami buat dengan tujuan untuk menanamkan rasa cinta kepada bangsa - tanahair- dan negara Republik Indonesia. Hal ini didorong oleh beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa rasa berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia pada akhir-akhir ini saya nilai semakin menipis. Hal ini terlihat dari banyaknya perselisihan dan pertikaian di antara anak-bangsa Indonesia, baik oleh sebab yang sepele maupun karena didorong hasrat mendominasi yang kuat dalam kehidupan bersama.
Hal-hal yang dapat diperbincangkan di dalam blog ini meliputi berbagai hal terkait dengan apa-apa saja yang perlu kita ketahui dan kita laksanakan bersama demi terselenggaranya negara untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan hidup bersama. Hal-hal itu antara lain adalah yang terkait dengan:
= ideologi Pancasila
= UUD 1945
= Wawasan Nusantara
= Ketahanan Nasional
= Kewaspadaan Nasional
= Kepemimpinan Nasional
= Sistem Manajemen Nasional
= Pembangunan Nasional
= Demokrasi
= Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban
= Lingkungan Hidup
= dan sebagainya
= dan sebagainya
Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam ikut membangun kebersamaan hidup, yang nyaman, aman, dan sejahtera.
Amin.
Blog ini kami buat dengan tujuan untuk menanamkan rasa cinta kepada bangsa - tanahair- dan negara Republik Indonesia. Hal ini didorong oleh beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa rasa berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia pada akhir-akhir ini saya nilai semakin menipis. Hal ini terlihat dari banyaknya perselisihan dan pertikaian di antara anak-bangsa Indonesia, baik oleh sebab yang sepele maupun karena didorong hasrat mendominasi yang kuat dalam kehidupan bersama.
Hal-hal yang dapat diperbincangkan di dalam blog ini meliputi berbagai hal terkait dengan apa-apa saja yang perlu kita ketahui dan kita laksanakan bersama demi terselenggaranya negara untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan hidup bersama. Hal-hal itu antara lain adalah yang terkait dengan:
= ideologi Pancasila
= UUD 1945
= Wawasan Nusantara
= Ketahanan Nasional
= Kewaspadaan Nasional
= Kepemimpinan Nasional
= Sistem Manajemen Nasional
= Pembangunan Nasional
= Demokrasi
= Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban
= Lingkungan Hidup
= dan sebagainya
= dan sebagainya
Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam ikut membangun kebersamaan hidup, yang nyaman, aman, dan sejahtera.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar